Sabtu, 13 April 2013

Dua Puluh Satu Januari - Dua Puluh Dua Januari

Dear you,
Malam yang bergerimis,

Selangkah lagi, rindumu kugapai. Terpajang di dinding itu lengkap dengan bingkainya. Menutup satu namamu diantara keluh kesah dan sesat rinduku yang tertahan.
Mungkin, nanti. Bisikmu merambah sepi. Dalam mimpi, tak apa. Bersemi tunas, harapku. Menaungi bunga tidur, wajahmu. Memiliki, tapi tak benar-benar bersama. Karena sekian sentimeter jarak itu belum menyatukan kau dan aku.

Menangislah , Sayang. Rasakan pedihmu sebagian bahagia terdalam. Dan, tersenyumlah. Hidupkan tawamu dalam sedihmu. Keterpisahan itu menyakitkan. Tapi kita masih punya waktu untuk ciptakan keajaiban, percayalah..
Bersyukurlah masih bisa menangis. Setidaknya kita tahu, kesedihan itu seperti apa rasanya. Rasakan saja air mata yang tumpah itu obat luka.

Disini aku mendekapmu,

Lautan penderitaan tak bertepi, saat tolehkan kepala disana, ada daratan membentang. Hanya setitik tanda yang mengunci mataku dan itu, kamu. Inilah liang rasaku. Penuh berisi tentangmu. Tengoklah sejenak; betapa dadaku sendat memikirkanmu.

"Seikat masa di tidurmu, semoga aku muara tawa dan tangismu. Karena malam untuk dipeluk, biarpun senyap sunyi tanpa rengkuh ragamu. Meleburlah di semesta tepekurmu, disini aku mendekapmu"

Sampai pada satu titik keyakinan, aku akan katakan; jarak bukanlah batas, dan kita tetap bersama. Tunggu saja..

Dan suaramu adalah baris pertama yang ingin ku dengar kala aku terbangun esok pagi. Temanilah aku.. Khusyuk kesendirian ini telah menusukkan rindu di dadaku. Tancapkanlah berulang kali, aku menunggu tikamanmu, pelukanmu, senyumanmu, di surga nanti :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar