Sabtu, 06 Desember 2014

Kepada Orang yang Baru Patah Hati

Kepada orang baru saja patah hati, persilahkan dirimu untuk bersedih. Orang-orang punya pandangan aneh untuk bersedih. Seakan-akan bersedih adalah hal yang tabu.Seakan kamu harus buru-buru tertawa, setelah hal buruk menimpa. 

Tapi tidak.
Seperti hujan di tepi senja, kamu harus membiarkan setiap sendu yang ada. Setiap kematian butuh peratapan, begitupun cinta yang telah mati. Maka lakukanlah apa yang orang patah hati lakukan. Menangis hingga kamu tidak bisa mendengar suara kamu sendiri, makan coklat sebanyak-banyaknya, mandi air panas hingga jarimu pucat, pergi ke cafe dengan tatapan nanar, pesan satu gelas es teh manis. karena kopi mungkin terlalu pahit diminum disaat yang seperti ini.

Izinkanlah dirimu bersedih. Menangislah seakan ini terakhir kalinya kamu dikecewakan seseorang, menangislah seakan kamu lupa caranya berharap.

Kepada orang yang baru patah hati, setelah kamu bosan bersedih,inilah saatnya kamu mengangkat dirimu kembali. Mulai dengan hal yang mudah; kamu bisa dengan memetik gitar dengan mengambil nada mayor yang bahagia, ambil piano dan bermain soneta yang indah, atau jika kamu tidak bisa bermai musik, lihatlah dirimu di depan cermein, dan bersenandunglah. Lalu diantara nada-nada itu bisikkan kepada dirimu sendiri, 'aku pantas untuk bahagia'.

Kepada orang yang baru patah hati, selalu ada teman untuk menemani kamu. Pergilah bertemu temanmu, tertawalah sampai lupa waktu, tanyakan kabar teman yang lain, pamerlah keberhasilanmu di bidang yang kamu suka, dan jika memungkinkan...nongkronglah sampai kamu diusir dari tempat itu. 

Memang kenangan terhadap dirinya masih sering mangganggu. Tempat yang kalian pernah datangi, tidak akan terasa sama. Teman yang belum tahu, mungkin akan mengahampirimu dan bertanya, 'si dia mana ya?', yang akan kamu balas dengan senyum tipis, entah bagaimana menjawabnya. Tapi percayalah satu hal, semua ini akan berlalu. Sama seperti hal lain di dunia, semua hal buruk pasti akan beranjak pergi, hujan pasti akan terganti langit biru, gelap pasti terganti terang, dan luka pasti akan terganti dengan senyuman tipis di bibir.

Kepada orang yang baru patah hati, bersabarlah.Karena di setiap gelap ada cahaya kecil, karena di setiap sakit ada pembelajaran, karena kamu pantas untuk bahagia kembali. 

Rabu, 05 November 2014

Selamat 20 tahun Tyaaan :)

Untukmu, aku semmpatkan waktu ini.
Untukku, kau sempatkan waktumu.
Tidak lama, tapi cukup untuk mendengarkan kisah hidupmu selama 20 tahun ini.
Tidak lama, tapi cukup untuk mendengarkan kisah kita yang baru saja dimulai.

Dan aku pun tak pernah bosan.
Kamu pun begitu.

Selamat ulang tahun sayang, selamat 20 tahun.
Selamat ulang tahun buat sosok yang selama ini memandangku dari kejauhan :)
Semoga kamu lebih dewasa dalam pemikiran dan tingah laku. Kamu sudah 20 tahun. Usia yang diakhiri dengan angka 0 adalah suatu awal permulaan kehidupan yang baru.

Aku tahu, sesulit apapun hidup, hidup akan terus berjalan. Ada aku, yang akan (selalu) disampingmu. Jangan sering menunda pekerjaan. Kamu udah gede, seenggaknya lebih gede dari aku. 
Rajin kerja yaa, pasti ada hikmahnya kok. 

Sekali lagi selamat ulang tahun sayang.. 20 tahun lalu kamu dilahirkan dengan segala harapan dan doa dari orang tua. Sesosok bayi mungil yang banyak membawa harapan bagi orang tua.

Tak gampang memang membawa harapan yang sebesar itu. Mungkin pundakmu akan lelah membawa haraapan yang bertambah seiring dengan bertambahnya umurmu yang baru. harapan ntuk menjadi yang lebih baik, harapan agar membahagiakan orang tua, harapan untuk menjadi orang berguna, seperti doa yang selalu dipanjatkan orang tuamu setelah beribadah kepada-Nya.

Disaat kau mlai lelah, berhentilah sejenak, hirup nafas dalam-dalam, dan lanjutkan perjalanan. perjalananmu masih panjang. Perjalanan membawa harapan, perjalanan mewujudkan harapan.

Kalau kau menemukan orang yang akan mendampingimu mewujudkan harapan-harapan itu, seorang yang akan berdiri disampingmu, membantu memikul beban harapan di pundakmu, mereingankan segala langkah perjalananmu. Bersabarlah, kamu pasti akan menemukannya.

Bertammbahlah dewasa, jadilah pribadi yang lebih baik, jangan sakiti orang yang menyayangimu,, bahgiakanlah mereka seperti mereka yang selalu berusaha membahagiakanmu.

Tetaplah berusaha menggapai semua yang kamu inginkan, agar beban di pundakmu berkurang sedikit demi sedikit, agar kau tak lelah dalam perjalanan umurmu.
Mungkin tahun ini kamu bersamaku dan belum tentu tahun depan seperti itu lagi. Tapi setidaknya aka berusaha bersamamu.

Tetaplah bertawakal dan beribadah kepada-Nya. Jangan pernah melupakan-Nya.
Tetaplah menjadi Tyan yang baik, yang punya banyak teman, yang bisa menghibur orang dikala mereka sedang duka, yang selalu bahagia dan tetaplah menjadi Tyan seperti apa adanya.


Selamat berkepala dua sayang. Semoga selalu diberi kesehatan dan keselamatan untuk memikul seluruh beban harapan :)





dari yang selalu merindukanmu,
tyaraa


Bogor, 5 november 2014, 5.16 AM

Minggu, 26 Oktober 2014

Sekedar Tulisan untuk Kakaa

innalillahi wa inna ilaihi rodjiun..

Andhika Candra Pratama, siapa sangka dalam usiamu yang baru akan menginjak 20 tahun, akhirnya harus meninggalkan dunia ini lebih cepat dari kebanyakan orang.
Kaget dan tercengang. Sosokmu yang begitu ceria dan ramah, tiba-tiba sajja pergi. Seperti tidak mungkin. Mungkin ini peringatan bagi kita, bahwa maut menjemput memang bisa kapan saja, dimana saja, dan dalam keadaan apa saja.

sudah 2 kali tagline hidupku tentang kematian. 22 januari 2013 kala itu, dan 25 Oktober 2014 kemarin senja. Di jalan yang sama. Jalan itu merenggut orang yang ku sayang. Kenapa harus di tempat yang sama?

ada duka menyelimuti dada, rasanya sesak. apakah memang baru saja ada yang mati, atau hanya berjalan pergi? katanya berjalan bersama adalah bahagia? tapi, menggenggam tangannya saja aku tak bisa. bahkan untuk yg terakhir kalinya.

membicarakan ini membuatku kehilangan daya. tapi memendam diam membuat lebih sakit dan sesak. aku tak tahu bagaimana menyampaikan kupikir mungkin dengan hati yang sedang kencang ku genggam kamu akan paham.

kamu pergi tanpa ijin. ada yang melilit sekali di dalam hati, ketika ku dengar kabar kau sudah tiada. sudah ku lepaskan sedih ini namun tak juga berhenti.

Aku tahu jika semua sudah punya waktunya, termasuk kematian. tapi tak ku sangka kamu pergi secepat itu.

Sia-sia saja berjalan ke pemakaman, karena hanya akan menumbuhkan harapan agar kau kembali bersama kami..

Mengantarmu pergi seperti melepas paksa jantung yang menghentikan nadi.
Cukup rasa saja yang mati hari ini.


selamat jalan kawan, rekan, teman seperjuangan, sahabat terbaikku. Andhika Candra Pratama. Semoga dapat tempat terindah di sisi-Nya. Amin. God blesses you always :)


Minggu, 05 Oktober 2014

Anomali

Menjadi anomali tidak pernah mudah. Lebih mudah untuk menjadi orang kebanyakan yang jelas saja hitam-putihnya. Tetapi menjadi abu-abu? Berkeinginan menjadi putih di dunia yang cukup hitam? Dianggap cukup hitam sehingga tidak pantas di dunia yang putih bersih? Hmmm…
Realita memang sekeras itu. Terkadang juga hampa.
Pertemuan senja itu, membuat semangatku meningkat drastis. Belum juga aku temui teman-teman baru sejalan sepemikiran yang membuatku bahagia, bahkan haru. Mereka… Menjawab pertanyaan dan kekhawatiranku yang cukup lama terpendam. Pertemuan yang mungkin cukup random, pemikiran yang mungkin akan dihujat dengan kata-kata bahwa kami terlalu naif. Meskipun begitu, beginilah realita. Teman-teman lama yang aku kumpulkan kembali untuk mendiskusikan kehidupan.



Bebas terbatas. Bukan terkekang, karena kami jelas sadar. Pertemuan yang mungkin bagi mereka tidak membuahkan banyak hal tetapi secara egoisku mengeruk banyak sekali hikmah kehidupan. Ya, bahkan mereka tidak pernah tahu bahwa berteman dengan mereka persis seperti menemukan harta karun. Bukan harta karun yang diburu, tetapi harta karun yang memiliki arti bahwa keindahan mereka tampak terpendam karena pandangan manusia yang seringkali mencibir dan sebelah mata saja. Keindahan yang tidak terlihat dan tidak tampak mewah.

Mereka adalah anomali. Tidak akan dengan mudah ditemui dan diketahui. Bahkan mungkin lebih banyak yang tidak mengenali. Tidak seperti kebanyakan yang suka mengelompok hingga lebur. Mereka sesekali ada dan mudah saja pergi. Mereka berkumpul dengan kualitas tanpa batas. Dan setelah sekian lama, aku mengerti, bahwa nyaman adalah kata yang paling mendekati untuk mendengarkan mereka. Saya bahagia dengan sangat nyaman bersama mereka. Aku tahu bahwa masih terlalu dini untuk mengungkapkan ini. Terima kasih, anomali.




Selasa, 30 September 2014

Kota Tua Punya Cerita tentang Kita

26 Sept 2014, 3pm-10pm

Senja itu, kala matahari sudah lelah memancarkan sinarnya, kau dan aku membuat kesepakatan untuk bertemu satu sama lain di sana, Kota Tua. Sudah lama sejak kita bertemu terkahir kala itu. Aku dan kamu masih memakai seragam sekolah kita masing-masing, masih bertegur sapa setiap akan ke sekolah, masih bersenda gurau dalam perjalanan ke sekolah masing-masing. Namun, senja itu kita layaknya orang yang sedang bertransisi dari masa remaja ke masa kedewasaan. Tapi sayang, kita masih canggung menyikapi kedewasaan. Kita masih saja seperti remaja pada umumnya, yang masih labil serta belum menemukan jati diri masing-masing.

Semakin kita banyak kita berucap, belum tentu sebanyak itu pula perkataan yang benar. Termasuk perasaan kita masing-masing. Kau tak tahu, aku pun tak tahu. Sudahlah, belum waktunya kita membicarakan tentang hal ini. Kau dan aku masih seperti remaja yang lebih senang membicarakan hal-hal sepele daripada membicarakan perencanaan jangka panjang. Terimalah saja kenyataan itu, janganlah kau menyangkalnya.

Senja memuncak, dan berganti gelap. Itulah saat yang paling kutunggu. Tak tahu kenapa , aku selalu suka senja yang berganti malam. Sejuk, tenang, damai. Saat jingga berubah menjadi nila,kemerahan, biru, dan kemudian gelap. Itulah saat yang paling kurindukan setiap hari. Melihat ketika matahari perlahan turun, dan bulan bersiap untuk naik, senja nan anggun ada di depan mata kita. Dulu, aku pernah berharap ada yang menemani melewatkan jingganya senja yang mengayun perlahan sebelum petang, namun sekarang sudah tidak lagi. Aku sudah pernah merasakannya , setidaknya untuk kesekian kalinya :)

Ini mungkin sudah kesekian kalinya kita melewatkan senja bersama tanpa arti. Tapi senja itu ada yang berbeda. Ya, mungkin waktu dan tempat yang berbeda, tapi dengan orang yang sama. Senja yang berganti selalu disambut oleh malam yang tak pernah jera muncul di kala senja memuncak. Ah, senja memang indah jikalau dihabiskan bersama.

Pernah ada seorang teman bertanya padaku, " kau tak bosan melukiskan tentang senja dalam tulisan dan gambar?" dan aku menjawab, "ah tidak, kau belum tahu saja. Jika kau  pernah melihat senjaku yang begitu mengagumkan, kau tak akan bisa membandingkan apapun keindahan di dunia selain senjaku "

Senja tak pernah berubah sejak kala itu. Yang berubah hanya dengan siapa menikmatinya dan itulah yang menentukan keindahan dan kebahagiaan senja itu. Senja selalu sama. Mengurai semburat jingga. Tapi aku dan kamu tidak juga menjadi kita. Senja bercerita tentang yang dulunya kita berbahagia, terjatuh, bangun lagi dan berbahagia lagi. Aku disini berurai air mata jika bernostalgia tentang itu.

Kota Tua, tempat itu menjadi saksi bisu pertemuan kita kala itu. Entah kapan aku dan kamu bisa kembali kesana dan menghabiskan jingganya senja bersama lagi.





Selasa, 23 September 2014

Senja di Kota Hujan

"Hey, kau tahu kan aku begitu menyukai senja?", kau hanya memandang lurus ke depan dan tak manjawabku. Aku tak berani melirikmu. Ada degup yang terlalu kencang disini. Aku khawatir tak bisa mengontrolnya. Ayolah, ini bukan masalah besar. Aku masih menyimpan kesal karena omongan sok tahumu tentangku tempo hari. Tapi, ini tentang seonggok daging yang yang selalu beraktifitas cepat dari biasanya.

"Tapi, entah kenapa akhir-akhir ini aku benar-benar tak tertarik membicarakan senja. Bahkan denganmu sekalipun...", aku diam sejenak. Ikut memperhatikan padang rerumputan yang basah oleh hujan dan sedikit tertutupi kabut. Tempat ini selalu menjadi tempat pertamaku ketika ingin mencari inspirasi menulis maupun mencari ketenangan. Aku tak begitu suka kebisingan kota, benar-benar menghambat laju imajinasiku.

Entah ini senja ke berapa semenjak aku disini. Senja di kota kecil ini kembali tak terlihat. Padahal aku sangat mendambakan bisa melihat senja lebih jelas dari ujung barat kota hujan ini. Tapi, aku rasa aku terlalu cepat mengambil kesimpulan. Aku lupa bahwa disini hujan datang sesuka hati. Bahkan seonggok daging yang tiba-tiba berdegup lebih kencang tadi, seketika merasa seperti ada yang menekannya, seperti ada sesuatu yang merasa hampa. Dan tiba-tiba saja ada embun disudut mata dan mulai menetes ketika senja berakhir.

...

1 tahun 8 bulan berlalu.
Semenjak pagi itu aku tak bisa melihatmu lagi, tak bisa mendengar kabarmu lagi. Akupun tak bisa menghubungimu lagi, hanya bisa mendoakanmu dari jauh.

Aku rasa kau benar. Kita harus berhenti. Berhenti membeicarakan tentang senja, tentang rasa, tentang apa yang mereka sebut cinta. Aku rasa kau benar lagi. Apa yang kita lakukan hanyalah komitmen semu, hanya memanipulasi perasaan masing-masing. 

Libur kelulusan telah berakhir dan pada akhirnya aku harus kembali ke rutinitas kehidupanku. Berkuliah dan menemukan teman-teman baru. Kamu baik-baik saja kan jika aku melupakanmu untuk sejenak? Bukan maksudku ingin begitu, tapi terkadang fikiranku terlalu penuh tentangmu. Hey kamu, aku di bogor sekarang dan kuliah di depok. Aku udah ga pake seragam lagi lho :")
Itu inginmu kan? Semoga kamu senang. Hanya ini yang bisa ku perbuat untukmu. 

...

Bogor, orang bilang ini kota hujan. Tak jauh berbeda dengan kota kecil Indonesia di ujung timur sana. Entahlah, dari dulu aku selalu di kota yang selalu identik dengan kota penuh kenangan. Lalu bagaimana seorang sepertiku bisa begitu menyukai senja? Ya, itu karenamu. Karena kamu mengenalkan padaku bahwa senja begitu indah dan begitu singkat.

Mungkin aku harus belajar dari senja. Yang dengan santainya pergi menjemput malam yang gelap dan kelam. Tak peduli apapun yang dilaluinya. Yang datang dengan tiba-tiba, pergipun dengan tiba-tiba. Menarik, seperti kamu :')


Kamis, 18 September 2014

Dini Hari

Perkenalkan, namaku Dini. Lebih lengkapnya Dini Hari. Mungkin kau sering bertemu denganku atau kau bahkan sering menyapaku, tapi perlu kau tahu aku mulai tak suka ketika ka bilang sendirian. Apakah kau merasakan keberadaanku?

Andai saja kau tahu, aku tiada lelah menemani insomnia-mu, walau sering aku jengkel saat kau mengeluhkan matamu sulit terpejam. Mungkin sekali waktu kau perlu menjadi aku, momok menakutkan bagi mereka yang takut sendirian. Agar kau pun tahu, dibalik sesuatu yang kau anggap mengerikan ada sebuah keistimewaan.

Kau tahu, aku selalu merasa senang ketika ada seseorang yang selalu merinduku, manusia-manusia berwajah cerah yang tak henti merapal do'a. Mereka bersujud penuh damai. Air mata mereka meneduhkan,dari mulut mereka tercium aroma surga. Ingin sekali aku memeluk mereka, membiarkan tubuhku menjadi sandaran keluh mereka. Keluh mereka menenangkan, berbeda dengan keluh orang lain yang mengganggu menakutkan. Terkadang aku merasa kesal jika sang Fajar datang, betapa aku tidak tau merindu lantunan do'a mereka di hadapan Tuhan.

Aku Dini,nama panjangku Dini Hari. Jika suatu hari kau bertemu denganku, janganlah kau takut. Kau tak sendiri, ada aku yang menemani saat istimewamu untuk mendekat dengan Tuhan.


Rabu, 17 September 2014

Terik Siang ini Enggan Memberi Kabar Tentangmu

Ini tentang bagaimana aku jatuh cinta padamu. Sederhana, hanya dalam satu genggaman tulusmu saat aku terjatuh. Dari dulu memang kau pengganggu dan aku yang selalu merindu. Rasa ini sungguh membelenggu sehingga ingin rasanya ku bertemu denganmu. Ah, saat-saat itu. Sungguh ingin ku mengulangnya. Disaat rinduku memuncak, kau selalu hadir di hadapanku. Tapi sekarang? Sudahlah, lupakan. 

Aku suka dibagian kamu bilang, "aku cetak banyak gol loh, di pertandingan futsal tadi. Kamu gak nonton sih, itu gol buat kamu". Kamu begitu mahir mendribel bola dengan kakimu di rumput hijau. Dan dalam genggaman dan dekapan, kamu meninggalkan kenangan seakan semua berjalan sesuai dengan keinginan.

Tapi aku benci saat menunggumu datang, berharap mentari menyemangatiku untuk terus menunggumu dan tak pernah lelah. Tapi kau tak juga datang. Aku bisa apa? Ketika terik matahari tak juga tak membawa kabar tentangmu bahkan langit senja enggan mengabarkan bagaimana kabarmu hingga tiba malam yang membisu tentang apa yang terjadi tentang harimu. Pada akhirnya, semakin aku mencintaimu, semakin aku terluka. Sekali lagi, aku tak bisa apa-apa untukmu.

Aku takut menghampiri dan kamu tidak mau memahami.Tolong kemari, aku hanya ingin berdamai denganmu sebelum kau pergi. Damaikanlah hatiku untuk sejenak saja. Tolong. Bisakah kita saling mencintai dan menyapa lagi? Bisakah kita saling mencintai bukan hanya aku yang menyukaimu? Kamu harus tahu apa yang kurasakan. Semoga kamu mengerti.


Malam Kelabu

Malam ini biasa saja. Biasa bagi sebagian mereka yang tak punya waktu untuk menyapa dunia. Mereka setiap hari asyik menatap monitor beradiasi, kesepuluh jarinya menari lincah diatas papan keyboard yang keras, dan mebiarkan secangkir teh panas menjadi dingin sama seperti dengan tatapan mereka pada langit yang temaram.

Bagiku, malam ini cukup kelabu. Penyebabnya? Ah, tak usah tanyakan itu padaku. Akupun masih menenggelamkan wajah dan segenap pikiran pada alam yang selalu terasa memeluk dari kejauhan mata. Indahnya rasi bintang bersama senyum sang rembulan sama sekali tidak mempengaruhi hatiku. Apakah aku mati rasa? Terkadang aku ingin seperti 'mereka' yang begitu acuhnya memandang langit, tegar melintasi hujan, dan tak takut terbakar teriknya matahari siang demi monitor kesayangan.

Ah, aku terlalu jauh membicarakan hal ini pada kalian semua. Sama jauhnya dengan perasaanku pada siang malam. Maafkan aku, Tuhan.