Minggu, 26 Oktober 2014

Sekedar Tulisan untuk Kakaa

innalillahi wa inna ilaihi rodjiun..

Andhika Candra Pratama, siapa sangka dalam usiamu yang baru akan menginjak 20 tahun, akhirnya harus meninggalkan dunia ini lebih cepat dari kebanyakan orang.
Kaget dan tercengang. Sosokmu yang begitu ceria dan ramah, tiba-tiba sajja pergi. Seperti tidak mungkin. Mungkin ini peringatan bagi kita, bahwa maut menjemput memang bisa kapan saja, dimana saja, dan dalam keadaan apa saja.

sudah 2 kali tagline hidupku tentang kematian. 22 januari 2013 kala itu, dan 25 Oktober 2014 kemarin senja. Di jalan yang sama. Jalan itu merenggut orang yang ku sayang. Kenapa harus di tempat yang sama?

ada duka menyelimuti dada, rasanya sesak. apakah memang baru saja ada yang mati, atau hanya berjalan pergi? katanya berjalan bersama adalah bahagia? tapi, menggenggam tangannya saja aku tak bisa. bahkan untuk yg terakhir kalinya.

membicarakan ini membuatku kehilangan daya. tapi memendam diam membuat lebih sakit dan sesak. aku tak tahu bagaimana menyampaikan kupikir mungkin dengan hati yang sedang kencang ku genggam kamu akan paham.

kamu pergi tanpa ijin. ada yang melilit sekali di dalam hati, ketika ku dengar kabar kau sudah tiada. sudah ku lepaskan sedih ini namun tak juga berhenti.

Aku tahu jika semua sudah punya waktunya, termasuk kematian. tapi tak ku sangka kamu pergi secepat itu.

Sia-sia saja berjalan ke pemakaman, karena hanya akan menumbuhkan harapan agar kau kembali bersama kami..

Mengantarmu pergi seperti melepas paksa jantung yang menghentikan nadi.
Cukup rasa saja yang mati hari ini.


selamat jalan kawan, rekan, teman seperjuangan, sahabat terbaikku. Andhika Candra Pratama. Semoga dapat tempat terindah di sisi-Nya. Amin. God blesses you always :)


Minggu, 05 Oktober 2014

Anomali

Menjadi anomali tidak pernah mudah. Lebih mudah untuk menjadi orang kebanyakan yang jelas saja hitam-putihnya. Tetapi menjadi abu-abu? Berkeinginan menjadi putih di dunia yang cukup hitam? Dianggap cukup hitam sehingga tidak pantas di dunia yang putih bersih? Hmmm…
Realita memang sekeras itu. Terkadang juga hampa.
Pertemuan senja itu, membuat semangatku meningkat drastis. Belum juga aku temui teman-teman baru sejalan sepemikiran yang membuatku bahagia, bahkan haru. Mereka… Menjawab pertanyaan dan kekhawatiranku yang cukup lama terpendam. Pertemuan yang mungkin cukup random, pemikiran yang mungkin akan dihujat dengan kata-kata bahwa kami terlalu naif. Meskipun begitu, beginilah realita. Teman-teman lama yang aku kumpulkan kembali untuk mendiskusikan kehidupan.



Bebas terbatas. Bukan terkekang, karena kami jelas sadar. Pertemuan yang mungkin bagi mereka tidak membuahkan banyak hal tetapi secara egoisku mengeruk banyak sekali hikmah kehidupan. Ya, bahkan mereka tidak pernah tahu bahwa berteman dengan mereka persis seperti menemukan harta karun. Bukan harta karun yang diburu, tetapi harta karun yang memiliki arti bahwa keindahan mereka tampak terpendam karena pandangan manusia yang seringkali mencibir dan sebelah mata saja. Keindahan yang tidak terlihat dan tidak tampak mewah.

Mereka adalah anomali. Tidak akan dengan mudah ditemui dan diketahui. Bahkan mungkin lebih banyak yang tidak mengenali. Tidak seperti kebanyakan yang suka mengelompok hingga lebur. Mereka sesekali ada dan mudah saja pergi. Mereka berkumpul dengan kualitas tanpa batas. Dan setelah sekian lama, aku mengerti, bahwa nyaman adalah kata yang paling mendekati untuk mendengarkan mereka. Saya bahagia dengan sangat nyaman bersama mereka. Aku tahu bahwa masih terlalu dini untuk mengungkapkan ini. Terima kasih, anomali.