Rabu, 03 Juli 2013

Pagi Hari di Suatu Hari yang Akan Mati

Kumohon jangan datang lagi disetiap pagi yang menyala. Mereka sudah memasang tipu daya sejak sebelum kau datang. Kedatanganmu, meereka tahu benar pastinya. Aku sudah sering memperingatkanmu. Kenapa begitu sulut bagimu untuk memahaminya.

Hentikan sampai disini. Tak usah ada perbincangan-perbincangan lagi di pagi hari. Aku lebih merelakan itu daripada tak melihatmu lagi sama sekali. Tapi kau masih singgah di dahan yang sama. Bernyanyi lagu pagi dan tak berhenti membuatku terpesona.

Entah sudah berapa banyak temanmu yang tertawan. Mereka menyandra kebebasan kemudian ditukar dengan uang. Kini, hanya tinggal bebrapa dalam populasimu? Apa itu cukup untuk bertahan sampai pada masa tak ada lagi keserakahan?

Atau, begini saja. Burung kecil, datanglah diam-diam tepat saat bunga portulaca pertama mekar. Sebelum itu, aku sudah ada di bali jendela, menunggumu membawa kabar gembira. Dan menari saja tanpa perlu melantunkan suara. Melompatlah dari dahan yang rendah lalu tinggi, berulang-ulang. Kita nyanyikan lagu dalam bisu. Mungkin itu bisa mengelabuhi mereka, yang sering mengelabuhimu.

Tapi pagi seperti apa yang indah tanpa kicaumu?

Itu bukan pagi. Itu mati, katamu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar