Senin, 20 Mei 2013

2 Cangkir Teh dalam Senja yang Menjingga, Sendu

Kita berkhayal,
Tentang beberapa puluh tahun kedepan. Tentang hidup. Tentang usia. Tentang keadaan yang membiarkan kita, pun mengalirkan kita begitu saja.

Juga tentang waktu, yang akan menuakan kita sedemikian rupa dalam hangatnya setiap kenangan. yang juga akan terlewat begitu saja., yang mungkin membiarkan kita bersama. Atau mungkin telah menbiarkan kita terpisah jauh tak tahu dimana.

Aku mengimajinasikan kita duduk di teras depan menikmati dua cangkir teh yang penuh terisi, masih ada kepul asap diatasnya, teh dengan dua setengah sendok gula, seperti biasanya. Kemudian kita akan membicarakan tentang senja yang menjingga sore itu.

Sendu...

Mencelotehkan tentang oranye yang terkombinasi ungu, kemudian malu karena mencumbui biru yang sebegitu lugu. Merasai manis teh yang masih tersisa di cangkirku. Menghujani sore denga renyah tawa yang terlempar begitu saja karena kau berhasil menggelitik dengan rautmu yang lucu.

Dan kau akan terus mengulang lelucon yang sama, sedangkan aku akan terus menertawai hal yang sama. Tak kan ada yang berubah. Tak kan ada rasa bosan. Bahkan teh yang baru saja di seduhkan masih sama seperti kemarin-kemarin setia menemani dalam keadaan kita masih bersama.

Kemudian aku terjaga, menyadari kau menatapku teduh mengisyaratkan dua cangkir teh siap untuk diseduh kembali dengan teh yang baru. Lalu, ku biaskan satu sneyum untukmu.

Selalu, sore yang seperti itu.

"Aku mencintai setiap imajiku, karena disana terbayang sore, teh, jingga, senja, juga kamu"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar