Minggu, 21 Juli 2013

Biru Langit

Semburat awan menggantung pada langit yang terlihat tinggi.
Sebagian tipis, sebagian menggumpal dengan indah.
Dilukis Tuhanku pada birunya langit siang ini.

Pernahkah kau coba untuk menatap langit siang?
Saat matahari benar-benar terik dan langit begitu biru.
Apakah selama ini kau terus menghindar dari terik itu sembari mengutukinya?
Kau telah bersalah, kawan
Kau telah mengabaikan lukisan yang indah, yang tak bisa dikalahkan bahkan oleh malam.

Jangan selalu melihat pada tanah kering yang retak dibawah kakimu.
Bukan salahnya kalau ia tak bisa memantulkan birunya langit diatasnya.

Langit siang, langit yang terlupakan.
Ia indah, namun sedikit yang sadar.
Ia menakjubkan, namun banyak yang mengutukinya.
Berharap ia cepat berlalu.
Jahat, bukan salahnya kalau matahri mencintainya.
Mengapa kau membencinya?


Selasa, 16 Juli 2013

Kamu


Nyawamu adalah hidup dan masa depanmu.
Nyawaku adalah simbol cinta dan pengorbananku.
Jika kau butuh kaki, kau akan berjalan diatas kedua kakiku.
Jika kau butuh ginjal, akan kulepaskan ginjalku untukmu.
Jika kau butuh mata, kau akan melihat dunia dengan kedua mataku.
Jika kau butuh darah, akan kubiarkan darahku mengalir ditubuhmu.
Jika kau butuh hati, kau akan meraskan suka-duka kehidupanmu melalui hatiku.
Jika kau butuh jantung, akan kubiarkan detak jantungku berdegup sepanjang waktu di dada kirimu.
Bahkan, jika isi kepalaku sanggup menyembuhkanmu, kau akan berpikir dan mengejar mimpimu dengan otakku.
Tapi, Tuhan lebih mempercayaimu daripada aku hingga lebih memilihmu untuk menyelami ujian-Nya.
Tapi, Tuhan lebih mencintaimu daripada aku, hingga tak izinkan aku menukar tempatmu disisi-Nya.
Jika nyawaku mampu memulihkanmu, kau akan hidup untukku.
Dan bernafaslah untuk bahagiaku.

Minggu, 14 Juli 2013

Siangmu dan Malamku

Kau suka langit dikala siang, aku suka langit dikala malam
Kau suka langit cerah dan biru, aku suka langit bertabur bintang
Kau terobsesi pada matahari, aku bercengkrama dengan bulan

Cahayamu sangat terang, cahayaku sayup dan redup
Awanmu putih bersih, awanku kelam
Tak sadarkah kau bahwa perbedaan kita terlalu besar?

Semua ini sudah cukup menjadi jawaban
Kau makhluk yang suci, aku tidak tega mengotori
Harapanmu yang selalu disinari matahari, tak akan terkabul jika kau memohon pada bulan

Bersabarlah, walau bukan aku, kau akan temukan kebahagiaan.
Berhentilan mencari sosokku yang tenggelam dalam malam
Kau tak akan menemukanku meskipun keu mencariku dengan cahaya terang

Untuk kau, teruslah melanagkah. Jangan menoleh ke belakang, karena aku hanya bagian dari makhluk buruk rupa yang hidup di kala malam
Untuk kau, teruslah hidup di kala siang, karena malam terlalu gelap untukmu
Sejatimu adalah siangmu, bukan malamku.




Minggu, 07 Juli 2013

Ratusan Pagi

Apakah mencintaimu harus sesulit ini?
Pada segala pagi, kau tebar mimpi pada setiap ingatan hari tentang kita yang saling jatuh cinta.
Pada segala pagi pula, kita saling berteriak lantang untuk menyelamatkan ego dan harga diri kita yang kelewat berharga.

Ini pagi yang kesekian ratus kita berusaha melupakan.
Kamu berhasil, dan aku menyerah.

Mungkin seharusnya aku berhenti menjadi bodoh dengan menggantungkan harapan kepada segala imaji yang diterbangkan memoar pada secarik kertas putih.
Mungkin pula seharusnya aku berhenti mencintai sosok yang kau bunuh pelan-pelan dan kau cabik dengan pisau waktumu.

Tunggu,
Aku bukan sedang bodoh,
Aku hanya sedang mencintaimu..

Rabu, 03 Juli 2013

Pagi Hari di Suatu Hari yang Akan Mati

Kumohon jangan datang lagi disetiap pagi yang menyala. Mereka sudah memasang tipu daya sejak sebelum kau datang. Kedatanganmu, meereka tahu benar pastinya. Aku sudah sering memperingatkanmu. Kenapa begitu sulut bagimu untuk memahaminya.

Hentikan sampai disini. Tak usah ada perbincangan-perbincangan lagi di pagi hari. Aku lebih merelakan itu daripada tak melihatmu lagi sama sekali. Tapi kau masih singgah di dahan yang sama. Bernyanyi lagu pagi dan tak berhenti membuatku terpesona.

Entah sudah berapa banyak temanmu yang tertawan. Mereka menyandra kebebasan kemudian ditukar dengan uang. Kini, hanya tinggal bebrapa dalam populasimu? Apa itu cukup untuk bertahan sampai pada masa tak ada lagi keserakahan?

Atau, begini saja. Burung kecil, datanglah diam-diam tepat saat bunga portulaca pertama mekar. Sebelum itu, aku sudah ada di bali jendela, menunggumu membawa kabar gembira. Dan menari saja tanpa perlu melantunkan suara. Melompatlah dari dahan yang rendah lalu tinggi, berulang-ulang. Kita nyanyikan lagu dalam bisu. Mungkin itu bisa mengelabuhi mereka, yang sering mengelabuhimu.

Tapi pagi seperti apa yang indah tanpa kicaumu?

Itu bukan pagi. Itu mati, katamu.


Selasa, 02 Juli 2013

Embun = Kamu

Sadarkah engkau bagai embun pagi
Sejukkan mataku, engkau adalah resah gelisahku

Sepotong bait lagu itu mengingatkanku akan sebuah pagi. Datang dengan senyum kebahagiaan, serasa semua menjadi tenang, saat aku bisa melihat senyummu lagi. Dan akupun tersenyum, teringat senyum yang belum kutemukan lagi sampai saat ini.

Mungkin kan ketika aku mengutarakan rasa itu, mungkin rasa itu hilang entah kemana, mungkin juga basi karena tak pernah dihangatkan kembali. Sudahlah, jangan menyerah pada keadaan ini. Embun itu akan selalu datang meski ada juga yang tak ingin dia datang. Karena embun pagi selalu memberi kesejukan bagi setiap orang. Siapapun dia, tak terkecuali bagi orang yang telah bersalah padamu. Pada siang pun embun tetap berarti, namun ada mentari dan embunpun kembali pada pucuk dedaunan hijau yang menanti. Dan ketika esok hari pagi kembali, pagi dan embun akan bersama lagi menyambut datangnya hari.

Pesona. Andai ada kata yang memiliki makna lebih dalam dan luas untuk menggambarkan dirimu, pasti akan kupilih kata itu. Aku ingin mengagumimu, dengan sederhana saat aku menjadikanmu istimewa lewat hati bukan sentuhan. 

Salam embun, buat kamu :)


Senin, 01 Juli 2013

Kamu dalam Secangkir Kopi

Apa yang kita pikirkan pertama kali saa kita bangun tidur konon adalah apa yang akan selalu ada di pikiran kita sepanjang hari ini.

Ada gaduh dikepalaku pagi ini, semua berlomba-lomba memikirkanmu. Dalam dentum-dentum halus dengan gerakan-gerakn lambat seperti adegan di film memutar kembali frame gambaranmu.
Saat pagiku mulai menjelma dalam secangkir kopi dan lembaran tulisan yang malas kubaca, kau masih bertengger dengan leluasa.
Tak ada yang memaksamu tinggal disana, tapi aku juga tak ingin kau mengendap.
Kau bukan ampas kopi yang kuminum ini, kau sebaiknya masuk menyerap dalam setiap sel tubuhku.

Saat pagi mulai beranjak dan matahari yang malu-malu bersaing dengan mendung, aku tahu kau tak juga mau pergi. 
Atau sebenarnya aku yang tak ingin kau pergi?
Ah, sudahlah. Aku tak ingin berdebat siapa yang benar disini. Aku cuma gagal menyingkirkanmu, aku tak punya daya.