Minggu, 05 Oktober 2014

Anomali

Menjadi anomali tidak pernah mudah. Lebih mudah untuk menjadi orang kebanyakan yang jelas saja hitam-putihnya. Tetapi menjadi abu-abu? Berkeinginan menjadi putih di dunia yang cukup hitam? Dianggap cukup hitam sehingga tidak pantas di dunia yang putih bersih? Hmmm…
Realita memang sekeras itu. Terkadang juga hampa.
Pertemuan senja itu, membuat semangatku meningkat drastis. Belum juga aku temui teman-teman baru sejalan sepemikiran yang membuatku bahagia, bahkan haru. Mereka… Menjawab pertanyaan dan kekhawatiranku yang cukup lama terpendam. Pertemuan yang mungkin cukup random, pemikiran yang mungkin akan dihujat dengan kata-kata bahwa kami terlalu naif. Meskipun begitu, beginilah realita. Teman-teman lama yang aku kumpulkan kembali untuk mendiskusikan kehidupan.



Bebas terbatas. Bukan terkekang, karena kami jelas sadar. Pertemuan yang mungkin bagi mereka tidak membuahkan banyak hal tetapi secara egoisku mengeruk banyak sekali hikmah kehidupan. Ya, bahkan mereka tidak pernah tahu bahwa berteman dengan mereka persis seperti menemukan harta karun. Bukan harta karun yang diburu, tetapi harta karun yang memiliki arti bahwa keindahan mereka tampak terpendam karena pandangan manusia yang seringkali mencibir dan sebelah mata saja. Keindahan yang tidak terlihat dan tidak tampak mewah.

Mereka adalah anomali. Tidak akan dengan mudah ditemui dan diketahui. Bahkan mungkin lebih banyak yang tidak mengenali. Tidak seperti kebanyakan yang suka mengelompok hingga lebur. Mereka sesekali ada dan mudah saja pergi. Mereka berkumpul dengan kualitas tanpa batas. Dan setelah sekian lama, aku mengerti, bahwa nyaman adalah kata yang paling mendekati untuk mendengarkan mereka. Saya bahagia dengan sangat nyaman bersama mereka. Aku tahu bahwa masih terlalu dini untuk mengungkapkan ini. Terima kasih, anomali.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar