Air itu serupa embun, menitik, merintik, jatuh dalam gelap. Jatuh bersamaan, memang selalu bersamaan, tak pernah ku lihat darimana ujungnya. Aku hanya bisa melihat darimana jatuhnya, Meskipun aku tak bisa membedakan satu diantaranya. Terkadang ia segera berlalu meresap ke dalam tanah. Atau saat ia menderas berkumpul dalam kubangan. Air itu begitu lembut, sangat lembut, me-rapi, lurus yang tak benar benar lurus, saat aku perhatikan dengan jelas, agak miring mungkin tertiup angin. Sangat jelas di bagian yang tersorot cahaya. Begitu indah dan sederhana, Begitu indah dan sederhana. Gerimis yag sederahana, aku suka melihatnya berlama-lama.
Aku ingat kamu malam ini , rindu kamu lebih tepatnya. Mungkin kamu sedang melihatku di atas sana. Atau mungkinkah kau sudah melupakanku? Jadi, sedang apa kau disana? Beritahu aku.. Pertanyaan itu menggema dalam dinding kepalaku, kemudian terpental, dan jatuh berkeping tanpa jawab. Mungkin kau berpikir bisa saja aku coba untuk menghubungimu? Tapi bagaimana caranya?
Aku terlalu terlarut dalam gerimis bulan Januari, sibuk memikirkankanmu. Aku enggan beranjak dari sini. Andai kau ada disini, dan menyaksikan gerimis ini, kau akan sependapat denganku.Gerimis yang sederhana terlalu indah ditinggalkan, meski hanya satu kedipan mata. Tapi mengapa kau meninggalkan keindahan yg nyata itu?
Lalu, sedang apa kau disana? (lagi-lagi tak terjawab). Coba lihatlah gerimis yang jatuh itu, dan dengarkan gemericik suaranya. Kamu akan menemukan irama yang indah, seperti lagu yang biasa nyanyika bersama di kala senja itu Kau masih ingat ? Pasti ingat. Kau tersenyum bahagia kala itu , dan lebih bahagia lagi , karena aku duduk di samping kirimu, tersenyum karena melihatmu tersenyum. Indahnya senja itu :"), tak kan bisa kulupa, saat kita menyaksikan tenggelamnya sang surya di pesisir pantai selatan.
Ah, sedang apa kau disana? (ku mohoon jawablah). Ku harap kau 'masih' punya waktu walaupun sejenak untuk merindukanku, mengingatku sejenak di sana, seperti aku merindukanmu dalam deraian gerimis. Dan , sebanyak gerimis itulah aku merindukanmu. terus saja menderas, bersama malaikat yang bersamamu di tipa rinainya. Inilah mengapa aku suka gerimis, sejak dulu sampai sekarang. sejak awal ku bertemu denganmu, sampai akhirnya kau tiada. Malaikat-malaikat yg datang bersama derimis dan ~ kamu , tersenyum padaku (kukira). Dan semoga ia membawa doa-doaku yang setiap waktu kupanjatkan dan menyampaikannya pada Tuhan. Doa yang tulus untukmu.
Tunggu, gerimis itu bergoyang sendu diterpa angin, serupa nyala lilin dalam gelap. Tirai-tirai gerimis itu menari lentik seirama dengan pacuan detak jantungku. Aku begitu larut oleh iramanya, ia telah mengajariku meneteskan air mata dengan amat sangat perlahan, hingga hanya malaikat di kedua bahuku yang mampu mendengarnya. Gerimis itu juga membawa rinduku, rinduku yang tersembunyi dibalik celah-celah rasaku. Rinduku yang membawa desir dalam hatiku. Rinduku padamu, serupa rinduku pada gerimis di bulan januari itu.
Aku telah membiarkanmu melalu-lalang di pikiranku. Mengingatmu sebagai terindah dan membuang pahitmu ke dalam gelas; kosong. Yang pasti, aku percaya, semua berarti ketika bersamamu. Tanpamu, akan ku cari arti lagi. Siapa tahu, lebih berarti.
Perjalananmu boleh berhenti hari itu; tapi sejenak saja, jangan terlalu lama, bangkitlah ! Masih jauh kilometer yang harus ditempuh untuk menjemput bahagia, bukan dengan diam menunggu datangnya keajajaiban. Kecuali, menunggumu itu satu hal yang pasti, pasti kubela hingga kaki tak merasakan lelah lagi.
Kita sama-sama sadar. Akar peetautan yang menunjang itu telah tercabut karena waktu dan takdir. Mungkinkah menanamnya sekali lagi? Atau, biarkan saja pohon itu rebah ke tanah dan mengering. Lalu, kita berpisah di simpang jalan dan mencari tunas baru untuk disemaikan lagi.
"Kita memang tidak bisa memilih untuk jatuh cinta pada siapa saja. Tapi cinta itu dipilih. Jika boleh memilih, sekali lagi aku akan tetap memilih jatuh cinta padamu"
Tak perlu kamu tahu, cukup rasakan saja angin yang berhembus untuk menyampaikan pesan rinduku padamu. Disini, bersama gerimis di bulan Januari, aku masih mengejamu sebagai yang pertama.